SatuData

Tentang

Ingin mengenal lebih dalam?, silahkan telusuri.

Tentang Kami

Portal Satu Data Pesawaran merupakan portal yang berisi data lintas organisasi perangkat daerah, pemerintah daerah, dan instansi lain yang menghasilkan data terkait Pesawaran. Dengan keluarnya Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2019 yang mengatur tentang Satu Data Indonesia dan Peraturan Bupati Pesawaran Nomor 75 Tahun 2022 Tentang Satu Data Indonesia Tingkat Kabupaten Pesawaran, maka dilakukan penyusunan dan pengembangan Portal Satu Data Pesawaran yang dimulai pada akhir tahun 2022.

Portal Satu Data Pesawaran diharapkan menjadi E-Database bagi Pesawaran untuk dapat menghadirkan data dan informasi secara terbuka, mudah dan cepat bagi masyarakat. Data tersedia berdasarkan topik dan OPD/ Instansi dengan berbagai format file yang mudah digunakan kembali guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta meningkatkan pemanfaatan data demi pembangunan Pesawaran yang lebih baik. Portal ini memiliki dataset yang tersedia untuk umum dan akan terus bertambah. Portal ini berfungsi sebagai katalog Data Terbuka dan dimaksudkan untuk memberikan informasi data publik yang tersedia untuk penggunaan sekunder serta menyediakan kemampuan pencarian yang luas dan terstruktur.

Toolkit

Satu Data Dalam 60 Detik

Satu Data Indonesia adalah sebuah upaya Pemerintah Indonesia dalam mendorong pengambilan kebijakan berdasarkan data. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan pemenuhan atas data pemerintah yang akurat, mutakhir, terpadu, terintegrasi, mudah diakses dan dapat dibagipakaikan kembali oleh pengguna data.

Prinsip-prinsip dasar dari Satu Data Indonesia adalah Satu Standar Data, Satu Metadata Baku, Interoperabilitas Data, dan Referensi Data. Dengan demikian, pemanfaatan data pemerintah tidak hanya terbatas pada penggunaan secara internal antar instansi, tetapi juga sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan data publik bagi masyarakat.

Melalui Kebijakan Satu Data Indonesia, Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Bappenas, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) serta K/L terkait berupaya penuh untuk melakukan pembenahan atas tata kelola data pemerintah Indonesia. Satu Data menggunakan prinsip data terbuka dalam merilis data. Data terbuka adalah data yang dapat diakses, digunakan kembali, dan didistribusikan ulang oleh siapa saja. Dengan demikian, data harus dapat diunduh dalam format terbuka (contoh: csv, xlsx, JSON), dapat dibaca oleh perangkat lunak (software), dan pengguna dilindungi dasar hukum untuk menggunakan ulang data tersebut. Prinsip data terbuka akan memudahkan masyarakat untuk mengetahui data pemerintahan secara transparan.

Data.go.id adalah portal resmi Satu Data Indonesia sebagai wujud operasionalisasi rilis dan pemanfaatan data terbuka, yang tidak terbatas pada kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah saja, namun juga semua instansi lain yang menghasilkan data terkait Indonesia.

Kebijakan Satu Data

Dasar Hukum

Satu Data Indonesia dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Selain Peraturan Presiden terdapat juga dasar hukum lain yang berkaitan dengan kebijakan Satu Data Indonesia:

  • Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3683);
  • Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2016 Nomor 251);
  • Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4846);
  • Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5038);
  • Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5071);
  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214);
  • Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3854);
  • Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2012, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5286);
  • Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348);
  • Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393);
  • Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 78);
  • Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 28);
  • Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2010 Nomor 272, Tambahan Berita Negara Nomor 1);
  • Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
  • Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengklasifikasian Informasi Publik. 

Prinsip Satu Data

Pengantar

Satu Data Indonesia adalah kebijakan Pemerintah Indonesia untuk mendukung proses pengambilan keputusan berbasis data. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan pemenuhan atas data pemerintah yang akurat, terbuka, dan interoperabel atau mudah dibagipakaikan antar pengguna data. 

Satu Data Indonesia memiliki 4 (empat) prinsip dasar yaitu: 

  • Satu Standar Data; 
  • Satu Metadata Baku; 
  • Interoperabilitas Data; 
  • Referensi Data. 

 

Dengan demikian, pemanfaatan data pemerintah tidak hanya terbatas pada penggunaan secara internal antar instansi pemerintah, tetapi juga sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan data bagi masyarakat.

Melalui kebijakan Satu Data Indonesia, Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas serta didukung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) berupaya penuh untuk melakukan pembenahan tata kelola data di pemerintah. Satu Data Indonesia menerapkan prinsip data terbuka  dalam merilis data. Data tersedia dalam format terbuka yang mudah dibagipakaikan dan dibaca oleh sistem elektronik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawal proses pelaksanaan pembangunan.

Satu Standar Data

  1. Definisi, Standar Data adalah standar yang mendasari data tertentu yang meliputi konsep, definisi, cakupan, klasifikasi, ukuran, satuan dan asumsi. Satu Standar Data adalah Standar Data yang memiliki format yang telah dibakukan oleh Pembina Data.
  2. Isu kunci terkait Satu Standar Data, Di bawah ini adalah kondisi data pembangunan yang mendasari kebutuhan standardisasi terhadap data pemerintah
    • Rendahnya integritas data yang dirilis oleh pemerintah akibat tidak diterapkannya Standar Data.
    • Kebutuhan data yang terstandar dalam hal konsep, definisi, klasifikasi, ukuran, aturan dan asumsi, untuk meningkatkan akurasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi pembangunan.
    • Kurangnya koordinasi dan komunikasi antar Pembina Data selaku Badan Pemerintah yang memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan bagi pengembangan dan pembakuan Standar Data dengan Walidata dan Produsen data di setiap Instansi Pemerintah.
  3. Dampak Positif penerapan Satu Standar Data, Berikut di bawah ini adalah perbaikan yang dimungkinkan dengan penerapan Satu Standar Data.
    • Meningkatkan integritas dataset yang dirilis oleh pemerintah melalui standardisasi penyelenggaraan data pemerintah dalam hal penetapan konsep, definisi, klasifikasi, ukuran, aturan dan asumsi. 
    • Memperbaiki alur koordinasi dan komunikasi antar Pembina Data selaku Badan Pemerintah yang memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan bagi pengembangan dan pembakuan Standar Data dengan Walidata dan Produsen data di  setiap Instansi Pemerintah.
    • Menghindari terjadinya multi standar penyelenggaraan data rilis pemerintah melalui mekanisme harmonisasi data antar instansi pemerintah, penentuan ownership (kepemilikan) pada setiap rilis dataset, dan penetapan kode referensi pada data. 

Satu Metadata Baku

  1. Definisi, Metadata adalah informasi terstruktur terkait suatu data yang menggambarkan, menjelaskan, menemukan, atau menjadikan suatu informasi dari data mudah untuk ditemukan kembali, digunakan, atau dikelola. Satu Metadata Baku adalah metadata yang memiliki format yang telah dibakukan oleh Pembina Data.
  2. Isu kunci terkait Satu Metadata Baku, Berikut dibawah ini adalah kondisi data pembangunan yang mendasari kebutuhan penetapan format baku terhadap metadata untuk data pemerintah
    • Rendahnya kepercayaan terhadap dataset yang dirilis oleh pemerintah akibat tidak tersedianya metadata yang melekat  dalam dataset tersebut. 
    • Struktur dan format metadata belum memiliki format yang  dibakukan dan penyampaian metadata belum dijalankan sepenuhnya, sehingga menyulitkan pengguna data untuk mengetahui keterangan metodologis, riwayat data, bagaimana data tersebut dihasilkan dan siapa Produsen Data yang bertanggung jawab atas data tersebut. 
    • Tidak melekatnya metadata mengakibatkan sulitnya pencarian sebuah dataset dalam sebuah portal data.
  3. Dampak Positif penerapan satu metadata, Berikut di bawah ini adalah perbaikan yang dimungkinkan dengan penetapan metadata yang memenuhi format yang baku.
    • Dengan tersedianya metadata yang memenuhi format yang baku, pengguna data dapat mengetahui informasi terstruktur mengenai aspek  penting dari informasi tentang data, seperti klasifikasi, metodologi, dan proses pengambilan data. 
    • Metadata dengan format yang dibakukan memudahkan penggabungan data tematik yang sama tetapi berada di dan dikelola oleh berbagai Walidata menjadi lebih mudah, sinkron dan konsisten.
    • Metadata dengan format yang dibakukan memudahkan penelusuran serta pembukaan data pemerintah yang mudah dibaca oleh perangkat komputasi.

Interoperabilitas Data

  1. Definisi, Interoperabilitas Data adalah kesiapan Data untuk dibagipakaikan antar sistem elektronik yang saling berinteraksi.
  2. Isu kunci terkait Interoperabilitas Data, Berikut di bawah ini adalah kondisi data pembangunan yang mendasari kebutuhan kemampuan interoperabilitas terhadap data yang dimiliki oleh pemerintah
    • Kebutuhan data lintas sektoral yang dapat dibagipakaikan tanpa hambatan, dari dan antar intansi pemerintah. 
    • Penyertaan data sebagai salah satu sumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di instansi pemerintah, yang mensyaratkan pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) menciptakan hambatan sebelum data dapat dibagipakaikan dari dan antar instansi pemerintah. 
    • Format data yang dirilis oleh pemerintah adalah data dengan format yang tidak mudah untuk dibagipakaikan dan digunakan kembali oleh pengguna maupun perangkat komputasi. 
    • Perlunya portal data untuk pengelolaan data di internal instansi pemerintah.
  3. Dampak Positif penerapan Interoperabilitas Data, Di bawah ini adalah perbaikan yang dimungkinkan dengan Interoperabilitas Data.
    • Tersedianya akses data lintas sektoral yang dapat dibagipakaikan dari dan antar instansi pemerintah, bebas hambatan, tidak dipungut biaya dan tanpa pembuatan MoU. 
    • Penerapan format data terbuka, memungkinkan data yang dimiliki oleh Instansi Pemerintah mudah untuk dibagipakaikan antar sistem elektronik yang saling berinteraksi.

Spektrum Data

Spektrum data merupakan alat bantu untuk menentukan sifat keterbukaan data apakah data tersebut bersifat tertutup, terbatas, atau terbuka. Hal ini bertujuan untuk menempatkan data sesuai dengan tingkat keterbukaannya sehingga dapat menghilangkan kekhawatiran Walidata di setiap Instansi Pemerintah untuk menyebarluaskan data. Dengan adanya pemahaman mengenai spektrum data, uji klasifikasi oleh Komisi Informasi, dan perlindungan data pribadi, masing-masing Walidata di Instansi Pemerintah dapat menguji konsekuensi yang mungkin terjadi sehingga dapat menghindari dampak negatif penyalahgunaan data yang akan disebarluaskan. Penempatan data pada spektrum yang tepat akan memberikan manfaat yang lebih besar dan menghasilkan kebijakan publik yang tepat sasaran.

Dalam kegiatan publikasi data, terdapat data-data yang perlu dikecualikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini, perlu dipahami kriteria data yang dapat dirilis secara terbuka atau data yang dikecualikan atau terbatas dalam mengaksesnya. Kriteria data dan informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Berdasarkan  ketentuan tersebut, informasi publik yang dikecualikan adalah informasi yang apabila dibuka dapat:

  • Menghambat proses penegakan hukum;
  • Mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
  • Membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
  • Mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
  • Merugikan ketahanan ekonomi nasional;
  • Merugikan kepentingan hubungan luar negeri;
  • Mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
  • Mengungkap rahasia pribadi seseorang;
  • Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik yang menurut sifatnya dirahasiakan, kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
  • Informasi Publik yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.

Uji Konsekuensi

Lebih lanjut mengenai klasifikasi data dan informasi pemerintah, Peraturan Komisi Informasi Publik Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengklasifikasian Informasi Publik telah mengatur prosedur pengujian konsekuensi data dan informasi yang dibuka atau dikecualikan. Hal ini bertujuan untuk menimbang dengan seksama resiko atau konsekuensi yang mungkin timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat. Tata cara yang ditentukan oleh Komisi Informasi adalah dengan menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sebagai pejabat yang melakukan pengujian data melalui persetujuan Pimpinan Badan Publik. Informasi publik yang dikecualikan melalui pengujian konsekuensi, ditetapkan dalam bentuk surat penetapan klasifikasi yang paling sedikit memuat tentang jenis, identitas pejabat PPID yang menetapkan, badan publik (termasuk unit kerja/organisasi perangkat daerah yang menetapkan) dan jangka waktu pengecualian.

Perlindungan Data Pribadi

Tahapan awal penyelenggaraan data sampai dengan data tersebut akan dimusnahkan harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik telah mengatur dan menentukan asas-asas Perlindungan Data Pribadi. Dalam ketentuan tersebut, asas perlindungan data pribadi meliputi perlindungan terhadap perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan, dan pemusnahan data pribadi. Dalam hal ini, Instansi Pemerintah merupakan penyelenggara sistem elektronik yang wajib melindungi kerahasiaan data pribadi dan harus melakukan sertifikasi sistem elektronik sebagai upaya pencegahan terhadap kegagalan perlindungan data pribadi yang dikelola.

Referensi Data

  1. Definisi, Referensi Data dalam konteks Satu Data Indonesia merujuk pada penggunaan Kode Referensi dan Data Induk pada setiap data yang dihasilkan oleh Produsen Data di masing-masing Instansi Pemerintah.
  2. Kode Referensi adalah tanda berisi karakter yang mengandung atau menggambarkan makna, maksud atau norma tertentu sebagai rujukan identitas sebuah data yang bersifat unik.
  3. Data Induk adalah Data yang merepresentasikan objek dalam proses bisnis pemerintah yang telah disepakati untuk digunakan bersama, seperti peta dasar Rupa Bumi Indonesia, data induk penduduk, data induk kepegawaian, data induk lainnya.
  4. Isu kunci terkait Referensi Data, Berikut di bawah ini adalah kondisi penyelenggaraan data pembangunan yang mendasari kebutuhan Referensi Data:
    • Referensi data yang dirilis oleh pemerintah dihasilkan oleh beberapa lembaga yang berakibat terjadinya multi-standar penggunaan referensi data dalam penyelenggaraan data pemerintah.
    • Tidak terjadinya mekanisme sinkronisasi pada dataset multisektoral yang diselenggarakan oleh dua atau lebih lembaga  yang saling beririsan akibat tidak adanya referensi data tunggal yang lazim dipakai untuk menyelaraskan dua database.
  5. Dampak Positif penerapan Referensi Data, Di bawah ini adalah perbaikan yang dimungkinkan dengan Interoperabilitas Data.
    • Menghindari terjadinya multistandar penetapan kode referensi pada data.
    • Penggunaan kode referensi tunggal memungkinkan terjadinya sinkronisasi dataset multi sektoral yang diselenggarakan oleh dua atau lebih lembaga  yang saling beririsan.

Implementasi Satu Data

Alur Koordinasi Aktor

Perencanaan Data

Perencanaan data berperan sebagai penunjang pelaksanaan kebijakan agar dapat mencapai tujuan dari penyelenggaraan Satu Data Indonesia. Di dalam perencanaan data terdapat 2 (dua) tahapan yang akan dilakukan yaitu inventarisasi data dan harmonisasi data.

  1. Inventarisasi Data Daerah merupakan kegiatan yang dilakukan untuk dapat mempermudah pengidentifikasian data-data apa saja yang tersedia di Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Inventarisasi dilakukan dengan menggunakan formulir atau tabel yang diisi oleh masing-masing OPD yang ada di setiap daerah.
  2. Harmonisasi Data merupakan kegiatan yang bertujuan untuk tercapainya keterpaduan dalam proses produksi data di daerah, sehingga tidak terjadi duplikasi pengumpulan data yang sama dan mempermudah pengguna data dalam menemukan lokasi data yang tersedia. Dalam harmonisasi data dilakukan identifikasi data-data mana saja yang termasuk data lintas instansi yang dilakukan bersama-sama oleh Walidata dengan OPD. Hasil dari proses identifikasi ini adalah Kanvas Produsen Data.

Program Kegiatan

Dalam pembuatan program kegiatan terdapat 3 tahapan yang harus dilakukan, yaitu pembuatan Rencana Aksi, pemantauan dan evaluasi, dan pelaporan. Pembuatan program kegiatan berperan sebagai penunjang pelaksanaan kebijakan agar dapat mencapai tujuan dari penyelenggaraan Satu Data Indonesia. 

  1. Rencana Aksi (Renaksi), Pembuatan Renaksi dilakukan oleh pemerintah daerah sepanjang 1 (satu) tahun terkait penyelenggaraan Satu Data Indonesia di masing-masing daerah. Penyusunan Renaksi dilakukan bersama dengan seluruh instansi di daerah dan dapat juga melibatkan institusi luar. 
  2. Pemantauan dan Evaluasi memiliki keluaran sebuah catatan mengenai progres pelaksanaan Satu Data Indonesia di daerah sesuai dengan Renaksi yang sudah disusun. Proses ini dilakukan secara berkala pada setiap tahapan aksi. Hal ini dilakukan agar Renaksi yang diselenggarakan sesuai dengan target dan tujuan yang sudah ditentukan.
  3. Pelaporan, bertujuan untuk mendokumentasikan apa aktivitas-aktivitas yang sudah dilakukan dan pencapaian kinerja dalam penyelenggaraan Satu Data Indonesia di dalam periode tertentu. Pelaporan ini memiliki keluaran sebuah laporan yang memberikan wawasan sejauh mana target-target di dalam Renaksi tercapai sepanjang 1 (satu) tahun.

Koordinasi Forum Satu Data

Pada bagian ini akan dibahas mengenai alur koordinasi forum data yang didalamnya terdapat komunikasi dan koordinasi awal, komunikasi dan koordinasi berkala serta kelompok kerja tematik. Alur koordinasi forum data akan memandu dalam proses koordinasi antar masing-masing aktor dalam Satu Data Indonesia.

  1. Komunikasi dan Koordinasi Internal merupakan komunikasi awal dalam pelaksanaan Satu Data Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Daerah untuk selanjutnya membentuk Tim Pelaksana Satu Data Indonesia. Setelah Tim Pelaksana Satu Data Indonesia terbentuk, kemudian akan dibahas terkait proses komunikasi dan koordinasi di dalam Tim Pelaksana Satu Data Indonesia, seperti aktor-aktor yang terlibat di dalam Tim Pelaksana Satu Data Indonesia serta proses koordinasi antar tiap aktor.
  2. Komunikasi dan Koordinasi Instansi Eksternal, Tim Pelaksana Satu Data Indonesia melakukan koordinasi dengan instansi eksternal terkait dengan topik-topik spesifik yang menjadi pembahasan penyelenggaraan Satu Data Indonesia sesuai dengan kebutuhan Tim Pelaksana Satu Data Indonesia.
  3. Kelompok Kerja Tematik merupakan kelompok kerja yang dibentuk berdasarkan kebutuhan koordinasi yang lebih spesifik sesuai dengan tema yang diangkat. Tema-tema yang  dimaksud dapat didasarkan pada kebutuhan pembahasan tema tertentu, atau adanya permasalahan yang muncul pada sektor tema tertentu yang membutuhkan pembahasan khusus.

Unduh